UMK News - Di tengah arus digital dan pergeseran budaya, Program Studi Pendidikan Bahasa Sunda Universitas Muhammadiyah Kuningan hadir sebagai ruang penguatan identitas, kreativitas, dan pelestarian budaya lokal.

Hal ini ditegaskan langsung oleh Ketua Prodi Bahasa Sunda, Fahmi Rahman, M.Pd., yang menyebut bahwa Bahasa Sunda bukan sekadar mata kuliah, melainkan cerminan jati diri. “Kita tidak bisa bicara tentang pendidikan tanpa bicara bahasa ibu, sastra, dan seni. Semuanya satu kesatuan,” ujarnya kepada KuninganGlobal.

Menurut Fahmi, tantangan terbesar saat ini adalah menurunnya penggunaan Bahasa Sunda di lingkungan keluarga. Banyak orang tua khawatir anak-anak jadi terbiasa berkata kasar, sehingga memilih menggunakan Bahasa Indonesia di rumah. “Padahal, kalau dibiasakan sejak kecil dengan tutur yang halus, Bahasa Sunda bisa jadi media kedekatan dan kasih sayang,” tambahnya.

Prodi Bahasa Sunda UM Kuningan, kata dia, tidak hanya menyiapkan lulusan yang andal mengajar Bahasa Sunda di sekolah. Mahasiswa juga didorong untuk menguasai sastra, seni pertunjukan, hingga manajemen event budaya. “Kami ingin mereka jadi pelaku budaya yang bisa menjawab tantangan zaman. Bukan hanya jadi guru, tapi juga penggerak.”

Fahmi menyebut bahwa anak muda hari ini punya peluang besar untuk mengekspresikan budaya lewat teknologi. “Platform media sosial itu ladang baru. Semua bisa dilihat dunia. Tapi sayangnya belum semua anak muda menyadari kekuatan ini,” ujarnya.

Sebagai bentuk nyata komitmen tersebut, Fahmi mendirikan Astagiri pada tahun 2015. Lembaga ini bergerak di bidang jasa pelatihan seni, tata rias, busana, dan event organizer. Astagiri juga menjadi ruang kolaboratif bagi mahasiswa yang ingin mengembangkan keterampilan non-akademik berbasis budaya lokal.

“Saya ingin Astagiri jadi jalan rezeki bagi banyak orang. Kita kemas budaya dengan selera zaman. Lagu-lagu Sunda bisa tampil lebih segar, busana tradisional bisa disesuaikan dengan tren fashion kekinian. Itu yang kita dorong,” katanya.

Tak hanya itu, Astagiri juga aktif menjalin kerja sama dengan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, lembaga pendidikan, hingga berbagai perguruan tinggi. Salah satu kegiatan unggulannya adalah Pasanggiri Jaipong Kreasi, sebuah event tahunan yang rutin digelar dan melibatkan penari muda dari berbagai daerah di Jawa Barat. Ajang ini menjadi ruang ekspresi sekaligus ajang silaturahmi seni antar generasi muda pecinta budaya Sunda.

Namun bagi Fahmi, semua itu tetap berpulang pada rumah utamanya, kampus. “Prodi Bahasa Sunda UM Kuningan adalah rumah budaya. Di sinilah mahasiswa menemukan identitas, belajar berkarya, dan tampil untuk masyarakat.”